Bismillahirrahmanirrahim.
Kenapa single offline installer penting?
Ada satu hal yang sangat-sangat penting yang dilupakan orang banyak. Yang membuat sebagian pengguna Linux berpengalaman memandangnya sebelah mata.
Satu hal itu adalah pondok pesantren. Singkat: kalau metode add/remove program Linux Anda masih online dan wajib terkoneksi langsung, maka Linux Anda tidak bisa masuk pesantren. Karena pesantren bukan tempat yang bisa dipaksa mengadakan internet. Dan pesantren juga bukan tempat untuk menyelesaikan dependency hell. Dan pesantren bukan tempat untuk berlama-lama instal aplikasi dari DVD repositori atau repositori LAN atau semisalnya.
Kenapa single offline installer dipandang sebelah mata? Karena bisa dikata, hampir pasti semua pengguna Linux berpengalaman tidak pernah mondok atau jauh dari kehidupan pondok. Kenapa? Karena mereka teknisi, bukan santri.
So? Single offline installer penting. Bahkan sangat. Terutama bagi pondok-pondok pesantren yang memang semuanya offline. Maka sadarlah. Dukung perkembangan single offline installer di Linux.
Contoh single offline installer yang sukses adalah alldeb buatan Nifa Dwi Kurniawan. Contoh situs yang didedikasikan untuknya adalah http://bengkelubuntu.org. Jangan serta merta mengabaikannya, bahkan jika Anda punya kuasa distro, pertimbangkanlah untuk memasukkannya secara resmi. Jika Anda punya fasilitas, mengapa tidak membuat sendiri situs semacam Bengkel Ubuntu khusus untuk distro Anda? Jika Anda pengguna distro selain Ubuntu, kenapa tidak membuat skrip semacam alldeb untuk membuat distro Anda mampu melakukan yang Ubuntu lakukan dengan alldeb? Jadikan Linux Anda ramah pesantren, jadikan single offline installer tabungan akhirat Anda. Mudah, ringkas, memudahkan. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Tulisan ini adalah SMS yang saya kirimkan kepada sejumlah kontak Forum Ubuntu Indonesia di hape saya pada +/-23.00 WIB hari Senin 29 Desember 2014. Saya telah lama memperhatikan harusnya ada single offline installer karena pondok pesantren, (dimulai sekitar 2011) tetapi baru bisa menulis artikelnya sekarang. Saya bukan santri, saya hanya mengikuti/mendengarkan ta’lim yang diadakan para asatidzah dari pondok pesantren.