Arsip Tag: penting

Menyoal Kebebasan


Bismillahirrahmanirrahim.

Semenjak awal Otodidak dibuat hingga selesainya Behind The Scene, saya terus berada dalam ruang vakum. Saya berhenti menulis. Sekarang perasaan ingin menulis itu terus menggedor. Lalu jadilah esai ringkas ini. Esai ini dimulai dari pertemuan saya dengan sekian peristiwa di komunitas yang menyandarkan dirinya dengan sesuatu bernama kebebasan. Kebebasan dalam software. Dan mereka –sepertinya– bangga dengan kebebasan itu. Saya ingin menulis tentang itu. Berdasarkan apa yang saya miliki sekarang.

  1. Apalah artinya kebebasan jika pengguna tidak bebas membeli hardware? Jika hardware yang dibeli ternyata oh ternyata tidak kompatibel dengan OS yang disandarkan pada kebebasan?
  2. Apalah artinya kebebasan jika pengguna tidak bebas mengubah tampilan OS-nya menjadi mirip OS lain, yang secara user experience dia butuhkan? Jika setiap ada pengguna ingin tampilan seperti OS lain, dia diejek?
  3. Apalah artinya kebebasan jika pengguna tidak bebas menjalankan aplikasi OS lain di atas compatibility layer? Jika setiap ada pengguna mau melakukan itu, dia diejek juga? Padahal compatibility layer-nya sendiri juga software bebas yang diakui oleh orang-orang itu sebagai bagian dari kebebasan?
  4. Apalah artinya kebebasan jika pengguna tidak mendapatkan kemudahan seperti yang dia peroleh di OS lainnya? Jika melakukan instalasi aplikasi saja harus tersambung internet, yang notabene bukan barang bebas di Indonesia? Jika pada akhirnya berbagi installer aplikasi menjadi sesuatu yang mustahil dilakukan?

Itulah empat hal yang saya temukan berulang-ulang secara rekursif di mana-mana. Saya punya akun di hampir semua komunitas kebebasan itu.

Lalu di mana kebebasan itu?

Perlu waktu bagi kita untuk menjawabnya bersama, karena permasalah ini rumit. Permasalahan ini sama dengan pola dependensi paket-paket saat prajurit seperti apt/zypper/pacman beraksi. Inilah realitas yang kita hadapi di Indonesia ini. Inilah poin-poin yang kita lemah di dalamnya. Inilah security holes yang mesti kita tambal. Mulai dari diri kita, dari hal-hal kecil ini, hari ini juga.

Menyoal Kebebasan 1

Saya dapatkan ini dari peristiwa modem dan VGA. Menginstal OS kebebasan tetapi dia tidak bebas memperoleh fitur dari hardware yang dia miliki. OS itu untuk hardware, agar manfaatnya dapat diambil oleh pemiliknya. Namun justru dengan OS kebebasan ini, si pemilik tidak merasakan manfaat dari modem atau VGA yang dia punya.

Modem: tidak bisa cek pulsa, tidak bisa sms, tidak bisa telepon, mau konek saja butuh internet lainnya, mau konek saja harus setting secara manual ala teknisi UNIX, mau konek saja tidak sederhana (sederhana=sedikit gerak untuk mencapai 1 tujuan). Padahal manfaat dari modem adalah yang paling penting bagi pengguna, yakni internet. Ini bukan kebebasan.

VGA: glitch, watermark, clipping, font rendering jelek, performa kurang, layar error,  padahal VGA-nya mahal lagi canggih. VGA semahal itu jadi tidak berguna dan seakan menjadi mesin rongsokan saja. Lalu di mana kebebasannya? Apalagi jika yang namanya penggerak proprietary dianggap sesuatu yang kontra-kebebasan, padahal pengguna tidak butuh istilah itu. Pengguna hanya butuh VGA dia berjalan dengan semestinya dan bisa di-tweak dengan bebas.

Apa hanya dua benda ini? Tidak. Pikirkan lagi perangkat wifi Broadcom dan teman-temannya. Berapa banyak pengguna yang bertanya soal wifi-nya, padahal OS kebebasan itu selalu butuh internet? Bagaimana dia bisa instal aplikasi pendukung jika internetnya saja tidak jalan di laptop dia? Dan mengunduh satu paket berarti juga harus tahu+mengunduh paket lain yang menjadi dependensinya? Inikah kebebasan? Bukan. Dan karena ada pesan dari salah seorang pengguna komputer yang berkata seperti ini: “ngapain pakai OS kebebasan kalau ujung-ujungnya beli VGA mahal-mahal nggak fungsi?“, saya terinspirasi untuk menyusun esai ini. Ini belum masuk ke hardware lainnya.

Di manakah kebebasan? Kebebasan yang kita umbar sana-sini, kita gembar-gemborkan, dan bahkan tanpa sadar sebagian kita memujinya hampir tanpa henti. Sudah pantaskah sikap kita itu?

Menyoal Kebebasan 2

  1. Apa kesalahan seorang pengguna jika dia ingin OS kebebasan yang dia miliki tampilannya diubah menjadi seperti OS lain? Tidak ada.
  2. Lalu mengapa masih ada ejekan terhadap permintaan/pertanyaan yang demikian di forum-forum? Karena sikap kita yang tidak tepat, atau saya katakan: kita bersikap tanpa mengetahui permasalahan. Salah satu bentuknya, ya, fanatisme.
  3. Lebih jauh, apa salahnya seorang pengguna yang memanfaatkan fasilitas Feature Request dalam wiki, meminta agar user experience design milik OS yang punya wiki dibuat sedemikian mirip dengan OS lain? Tidak ada.
  4. Lalu mengapa sampai ada ejekan terhadap pengguna tersebut? Bukankah dia sudah memberikan kepedulian terhadap OS yang punya wiki? Jawabannya mirip-mirip saja.

Jika ini terjadi pada orang-orang yang baru tahu OS kebebasan tersebut, dan baru memilikinya di laptop mereka, maka ini bukan kebebasan. Si pengejek mengingkari slogan kebebasan yang dia anut sendiri. Dia menjadikannya kosong dan sirna seperti buih di lautan. Lalu di manakah kebebasan?

Menyoal Kebebasan 3

  1. Apakah salah pengguna yang ingin menjalankan aplikasi OS lain semacam Microsoft Office di atas compatibility layer? Tidak.
  2. Apakah compatibility layer-nya adalah software bajakan? Tidak juga.
  3. Apakah compatibility layer-nya bukan software bebas? Tidak sama sekali. Dia software bebas. Dia bagian dari kebebasan.
  4. Lalu mengapa masih ada ejekan terhadap setiap pengguna baru yang membutuhkan compatibility layer tersebut? Lalu bertanya masalah software lain yang diinstal ke dalamnya? Jawabannya sama: sikap kita tidak tepat atau kita bersikap tanpa mengetahui permasalahan.

Itukah yang dinamakan kebebasan? Tidak.

Menyoal Kebebasan 4

  1. Apakah pengguna harus selalu terhubung ke internet setiap ingin menginstal aplikasi? Tidak.
  2. Kenyataannya? Sebaliknya.
  3. Efek buruknya? Boros bandwidth dengan amat sangat. Di sisi pengguna, ini dinamakan repot. Tidak ada mekanisme backup per aplikasi yang bisa disebarkan ke OS di mesin yang lain, sebagaimana sistem EXE di OS yang katanya tidak ada kebebasannya sama sekali.

Inikah kebebasan? Tidak.

Seharusnya Kebebasan 1-2-3-4

  1. Seharusnya pengguna bebas dari kekhawatiran akan tidak kompatibelnya hardware yang dia miliki.
  2. Seharusnya pengguna bebas untuk mengubah tampilan OS dia sebagaimana dia butuhkan, dan bebas mendapatkan jawaban bagaimana cara melakukannya.
  3. Seharusnya pengguna bebas memakai compatibility layer (tentu selama software targetnya legal) dan bebas mendapatkan jawaban bagaimana cara melakukannya.
  4. Seharusnya pengguna bebas memperoleh kemudahan dan kesederhanaan penggunaan suatu OS serta memperoleh kemudahan dan kesederhanaan juga dalam membagikan aplikasi yang sudah dia unduh.

Itulah kebebasan yang saya ingin sampaikan dalam esai ini. Kebebasan yang saya ingin dijaminkan kepada setiap pengguna yang ada, lebih dari atau minimal setara dengan kebebasan ala kita biasanya yang sering kita pertunjukkan pada dunia. Mengapa? Karena inti dari segala revolusi OS, segala macam promosi OS, segala macam marketing aplikasi apa pun, adalah pengguna. Pengguna adalah raja dan segala-galanya bagi marketing ini. Dan karena saya hidup di Indonesia. Saya mendukung pengguna awam dan pemula di Indonesia!

Mengapa-oh-mengapa?

Dua hal. Pertama, saya bayangkan nanti akan ada pertanyaan semacam “Mengapa Anda menulis ini?” maka saya siapkan jawabannya:

  1. Saya sedang ingin menulis.
  2. Saya tidak suka dengan keadaan yang saya temukan. Saya hendak mengubahnya.
  3. Saya ingin OS kebebasan mendapatkan tempat yang selayaknya di tangan-tangan pengguna komputer di seluruh Indonesia, agar mereka semua menikmati kebahagiaan dan manfaat besar yang sama seperti saya sekarang yang juga menggunakannya.

Kedua, saya bayangkan ada pertanyaan “Mengapa tidak dimulai dengan 0?” maka jawabannya:

  1. Saya orang Indonesia.
  2. Saya berpola pikir orang Indonesia.

Realitas?

OS kebebasan kita masih jauh dari empat poin kebebasan ini. Tentulah kebebasan versi saya yang subjektif, yang kecil lagi ringkih pemahamannya. Akan tetapi silakan direnungkan. Mau lari ke mana lagi kalau tidak kepada (minimal) keempat hal ini? Realitas yang ada sungguh masih jauh dari harapan.

Sikap kita? Seringkali kita terlalu cepat senang dan puas dengan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan. Kita mungkin merasa teknologi kitalah yang paling hebat. Bahkan merasa bahwa sistem kebebasan ini adalah yang terbaik. Pikirkan kembali, ATM yang ada di sekitar kita menggunakan OS tidak bebas. Sekian banyak BUMN kalau membuka lowongan kerja, akan tampak membutuhkan ahli pada software yang tidak bebas. Pikirkan lagi, rekaman kajian yang ada di http://ilmoe.com itu disediakan dalam mp3, format yang kita kata tidak bebas, akan tetapi telah bermanfaat sangat besarnya kepada sekian banyak kaum muslimin di Indonesia. Pikirkan kembali. Kita tidaklah sempurna.

Realitas yang paling nyata adalah perjuangan masih panjang. Terlalu cepat untuk bersantai. Terlalu murah untuk menyerah. Dan realitas senantiasa kontra-permainan. Realitas selalu mendepak kita dari main-main.

Solusi?

Mungkin bagian yang paling Anda sukai adalah ini. Bagian ini ada agar jangan sampai dikira OS kebebasan tidak memiliki kemanfaatan. Ada kemanfaatannya, bahkan bisa menjadi yang terbesar. Dan saya adalah salah satu anak muda yang dididik dengan paradigma: selalu ada solusi. Siapa yang mendidik? Ya, komunitas kebebasan itu. Ini saya tunjukkan beberapa solusi yang saya temukan dan saya bahagia kala menemukannya.

  • Open Source Driver yang sangat mengagumkan -> bagaimana tidak? Kala sebuah hardware dibuat dengan diskriminasi terhadap OS kebebasan (drivernya tidak dibuat), maka sebagian orang membuatkan drivernya untuk OS kebebasan ini. Ini membuat baterai, beberapa sound card, beberapa VGA dan periferal lain berfungsi di OS kebebasan padahal aslinya mustahil. Ini sangat mengagumkan. Siapa saja yang kagum dengan anak tanpa tangan lalu bisa menulis akan kagum juga, sama seperti saya.
  • Kernel Linux yang luar biasa fleksibel dan boleh dikata ajaib -> bagaimana tidak ajaib kala saya tidak menginstal driver apa pun di mesin komputer ASUS X44C saya ini namun segalanya bekerja dengan lancar? Dan bagaimana tidak ajaib kala modem Huawei EC1261-2 saya langsung dikenali dan konek internet tanpa instal driver dan software apa pun? Bahkan di Windows pun tidak sampai sepraktis itu.
  • Tampilan yang banyak pilihannya -> Compiz, KWin, Mutter, Emerald, Awesome, Openbox, DWM, dan lain-lain dari sisi pengolah tampilan jendela. KDE, GNOME, XFCE, LXDE, Enlightenment, RazorQt, Manokwari, Pantheon, dari sisi pengatur keseluruhan tampilan OS. Sekian ribu tema yang tersedia di macam-macam web siap diunduh gratis untuk mengubah tampilan. Belum termasuk pernak-pernik macam Conky yang betul-betul indah, Dock seperti Cairo Dock dan AWN, *let/Widget yang jadi default di DE besar macam KDE dan Cinnamon, serta banyak lagi hal yang menjadi permen-mata bagi tampilan OS. Dan sungguh telah tersedia peralatan beserta manualnya, untuk mengubah total tampilan OS kebebasan kita ini menjadi OS lain. Sesuai dengan user experience betulan.
  • Compatibility layer terbaik di dunia yang bernama Wine, menjadikan OS kebebasan kita mendekati sempurna kala si OS sanggup menjalankan aplikasinya sendiri tetapi juga sanggup menjalankan aplikasi yang bukan miliknya, secara baik. Ini semestinya mustahil, akan tetapi sungguh inilah satu daya tarik terbesar OS kebebasan kita. Bagaimana tidak ajaib?
  • Adanya solusi luar biasa bernama Mintbackup dari Linux Mint yang mampu melakukan backup aplikasi yang sudah diunduh/diinstal, dengan kebebasan di sisi pengguna untuk memilih mana yang mau di-backup. Bagian yang saya tebalkan dan garis bawahi adalah yang terpenting. Lalu bisa di-restore kapan saja pengguna butuh. Bahkan Windows pun (sepengetahuan saya) tidak bisa seperti itu. Sayangnya banyak distribusi di luar Mint seakan kurang peduli terhadap solusi brilian ini sehingga software ini hanya tersedia untuk Mint. Yang lain? Meski tidak sempurna 100%, tidak sepraktis EXE/MSI/DMG, tetapi ada Keryx, apt-web, apt-id, apt-offline, alldeb-maker, alldeb-user, PortableLinuxApps.orgSynaptic script, offline repository in DVD, Zeroinstall, dan lain-lain.

Dan masih sisa sekian banyak solusi bermanfaat yang sudah dirasa manfaatnya oleh banyak pengguna. Akhirnya tidak hanya paradigma selalu ada solusi, melainkan juga solusi itu banyak. Meski begitu, masih teramat luas ladang solusi yang bisa kita garap. Masih sangat lebar kesempatan kita untuk berkarya. Masih sangat besar kesempatan kita untuk membantu orang lain dengan pengetahuan komputer yang kita miliki. Janganlah kita meremehkan hal ini.

Ide dari Mana?

Ya, dari manakah ide untuk menulis esai ini? Sederhana saja. Saya membaca laman ini: http://www.wikivs.com/wiki/Apple_Innovation_vs_Microsoft_Innovation dan paragraf awalnya sangat berkesan buat saya. Ternyata Microsoft sudah menyadari kesusahan-kesusahan seperti yang kita alami jauh hari sebelum kita menikmati GUI yang seperti OS kebebasan kita sekarang. Mereka melobi perusahaan-perusahaan hardware agar dibuatkan driver untuk OS mereka (baca: mereka membela kompatibilitas/kebebasan 1). Hasilnya jelaslah kini OS mereka dipakai oleh semua pengguna komputer destop, dan semua vendor hardware kini tidak usah diminta oleh Microsoft lagi melainkan merekalah yang berinisiatif membuat driver untuk Microsoft. Inilah hal krusial yang tak terpikirkan oleh saya, dan saya yakin banyak teman juga belum tahu mengenai hal ini. Padahal inilah yang terpenting. Di OS kebebasan kita, siapa yang bakal melakukan lobi ini? Ini butuh dana besar. Atau butuh keajaiban. Dari sinilah idenya.

Kesimpulan

  1. Berhenti mengejek pengguna baru, apalagi yang awam.
  2. Software hanya wasilah, bukan tujuan.
  3. Mulailah mengadakan solusi-solusi untuk masalah yang muncul, minimal bagi diri sendiri.
  4. Bersikap atau bertindak dengan didahului berpikir dan pertimbangan matang adalah yang terbaik.

Penutup

Ya, software hanya wasilah. Dia bukan tujuan. Maka dari itu gunakan software sesuai keperluan. Tidak perlu bersikap berlebihan. Selama legal, pakai saja. Buat apa membebani diri lalu membebani orang lain? Sampai sini saya puas sekali. Akhirnya saya menulis esai setelah lama. Terima kasih dari saya untuk asatidzah ahlus sunnah di Indonesia yang memberikan saya ilmu dan inspirasi yang sangat kuat untuk menulis esai ini. Semoga bermanfaat dan terima kasih.